Translate

Monday, January 18, 2016

[ 2016 | Review #13 ] : "TO PLEASURE A PRINCE"

Books "CINTA SANG PANGERAN"
Judul Asli : TO PLEASURE A PRINCE
[ book 2 of THE ROYAL BROTHERHOOD Series ]
by Sabrina Jeffries
Copyright © 2005 by Deborah Gonzales
Penerbit Gramedia Pustaka Utama
Alih Bahasa : Anggraini Novitasari
Desain sampul : Marcel A.W.
Cetakan I : November 2011 ; 464 hlm ; ISBN 978-979-22-7675-6
Harga Normal : Rp. 55.000,-
Rate : 3.5 of 5

Marcus North yang dijuluki Viscount Naga akibat perangainya yang pemarah dan gemar bersikap kasar, menyinggung dan menghina hampir setiap orang yang ia jumpai, bukanlah sosok yang akan didekati oleh siapa pun yang setidaknya memiliki akal sehat, terutama kaum bangsawan papan atas. Statusnya sebagai anak haram Pangeran Wales, konflik yang menyebabkan dirinya dianggap menghina sang ‘ayah’ di depan umum sekaligus mengusir ibu kandungnya dari estatenya, semakin membuat ‘namanya’ masuk dalam daftar hitam. Ia nyaris tidak pernah memperdulikan situasi tersebut, dengan perkecualian saat ia dihadapkan pada tanggung jawab untuk ‘memperkenalkan’ adik tirinya di pergaulan sosial.


Louisa North yang genap berusia 19 tahun, satu-satunya bagian keluarga yang ia sayangi, dan untuk itu pula ia bersedia bekerja sama dengan aliansi ‘The Royal Brotherhood’ – yang kini mulai berjalan saat Earl of Iversley dan istrinya berperan sebagai wakil Louisa dalam acara perkenalan pertamanya di kalangan sosial. Kehadiran Katherine – satu-satunya wanita yang mampu ditolerir oleh Marcus, selain Louisa, tidak merubah sikap dan pemikirannya menyangkut keenggan untuk terlibat lebih dalam di pergaulan yang sangat ia benci. Hingga muncul sosok wanita yang mampu membuatnya ‘terusik’ dan keluar dari sarang persembunyian yang ia jalani selama bertahun-tahun – nyaris sepanjang hidupnya.

Lady Regina Tremaine bisa dikatakan ‘berani-mati’ saat ia menerobos masuk Castlemaine – kediaman sang Viscount Naga. Ia mengutarakan keinginan agar Viscount Draker memberikan ‘restu’ bagi kakaknya, Simon Tremaine – Duke of Foxmoor, untuk melakukan pendekatan resmi terhadap Louisa. Sayangnya, semenjak awal Marcus telah menjatuhkan ultimatum agar Simon Tremaine tidak pernah diperbolehkan mendekati Louisa, terlebih karena Simon memiliki hubungan dengan erat dengan sosok yang sangat dibenci oleh Marcus : Pangeran Wales – ayah kandungnya. Marcus curiga bahwa Prinny akan melakukan segala cara untuk ‘mendekati’ Louisa, terlepas dari penolakan demi penolakan yang telah dilakukan oleh dirinya.

Berbeda dengan Marcus, Regina meyakini niat tulus kakaknya, dan ia menyukai Louisa hingga bersedia berjuang demi masa depan gadis itu. Berbekal keyakinan dan tekad bulat, Regina akhirnya menyetujui ‘perjanjian khusus’ dengan Marcus North, untuk memberikan kesempatan bagi Simon dan Louisa mengenal lebih dekat satu sama lain, dengan persyaratan setiap pertemuan yang mereka lakukan, harus disertai pendamping : Regina dan Marcus. Hal ini menempatkan dua sosok yang memiliki penampilan dan sikap yang bertolak-belakang, untuk bersama-sama hadir di setiap acara sosial sebagai pasangan, sesuatu yang dipastikan mengguncang kalangan atas terutama mereka yang mengenal baik keduanya ...

Berbeda dengan buku pertama yang penuh dengan intrik dan rahasia-rahasia tersembunyi, kali ini pasangan yang muncul bisa diibaratkan bagai karakter ‘Beauty & The Beast’ yang dipastikan mengundang aneka reaksi dan cukup membuatku ‘terkekeh geli’ membayangkan perilaku Marcus ‘The Beast’ North – sang Naga yang senantiasa siap menyemburkan ‘apinya’, sekaligus membuatku tersentuh manakala penulis membawa pembaca menelusuri awal mula penyebab sikap dan perilaku pria yang nyaris tidak memiliki teman apalagi sahabat. Kehadiran Regina benar-benar bak ‘Belle’ versi modern yang memiliki keberanian dan kekuatan menyingkap selubung awan gelap dalam kehidupan Marcus North.

Jika dalam buku pertama, topik homoseksual sempat menjadi salah satu bahasan (walau cukup sekilas), dalam kisah kali ini kasus ‘disleksia’ muncul melalui sosok Regina yang memiliki kekhawatiran dirinya ‘cacat / penyakit aneh’ hingga tidak berani bermimpi untuk menikah atau memiliki keturunan (ketakutan bahwa hal tersebut merupakan kutukan yang akan diwariskan kepada keturunannya). Membaca buku kedua ini, juga membuatku semakin menyukai gaya penulisan Sabrina Jeffries, terlepas dari rangkaian adegan ‘hot’ yang benar-benar bisa bikin panas-dingin, ke-kompleks-an latar belakang, alur hingga pengembangan karakter-karakternya, dikerjakan dengan matang, menarik dan mengundang rasa penasaran. Mari lanjut pada buku ketiga ...

[ more about this author & related works, just check at here : Sabrina Jeffries | on Goodreads | on Wikipedia ]

Best Regards,

@HobbyBuku

No comments :

Post a Comment

Silahkan tinggalkan pesan dan komentar (no spam please), harap sabar jika tidak langsung muncul karena kolom ini menggunakan moderasi admin.
Thanks for visiting, your comment really appreciated \(^0^)/

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...