Translate

Sunday, March 20, 2016

[ 2016 | Review #45 ] : "ENCHANTING PLEASURES"

Books “TERPIKAT GAIRAH”
Judul Asli : ENCHANTING PLEASURES
[ book 3 of PLEASURES TRILOGY Series ]
Copyright © 2001 by Eloisa James
Penerbit Dastan Books
Alih Bahasa : Linda Boentaram
Editor : Yudi Iswanto
Desain sampul : www.expertoha.com
Cetakan I : Januari 2011 ; 524 hlm ; ISBN 978-602-8723-59-6
Harga Normal : Rp. 65.000,-
Rate : 4.5 of 5

~ WARNING SPOILER ALERT ~

Dalam kisah sebelumnya, petualangan antara Sophie dan Patrick mengambil latar belakang saat situasi antara Inggris dan Prancis dalam kondisi peperangan, ditambah dengan ikut-campurnya pihak Turki dalam konflik yang terjadi pada kedua negara tersebut. Maka kali ini kisah mengambil masa paska perang, atau setidaknya situasi tegang sudah mereda. Tokoh utama dalam kisah ini adalah anggota keluarga Dewland, yang sempat muncul dalam dua kisah sebelumnya. Erskine ‘Quill’ Dewland adalah putra pertama sekaligus pewaris gelar Viscount Dewland. Ia merupakan pemuda yang periang, gemar berpetualang dan menyukai tantangan. Kegemaran sekaligus sifat sembrono layaknya pemuda seusianya, menyebabkan ia mengalami kecelakaan fatal dalam salah satu petualangan tersebut. Dampaknya sangat berat, karena cidera parah yang nyaris membuatnya lumpuh, pada akhirnya membuat dirinya  tetap ‘cacat’ setelah pemulihan sekian lama. Hanya berkat kekerasan hati sekaligus ketekunan untuk menjalani pelatihan pemulihan yang berat, kondisi fisik Quill bisa dikatakan ‘nyaris’ pulih.


Namun bagi keluarganya, terutama ayahnya, kekecewaan pada kondisi Quill, harapan tersebut dialihkan pada putra keduanya, Peter Dewland yang sama sekali tidak menyukai beban dan tanggung jawab sebagai pewaris. Hubungan antara Quill dan Peter cukup erat, namun bisa dikatakan keduanya memiliki sifat, karakter serta kegemaran yang sama sekali berbeda. Quill menyukai tantangan dan tidak segan menempuh resiko atau memikul beban tanggung jawab. Sedangkan Peter menyukai kehidupan bersenang-senang dan bersosialisasi di kalangan atas, yang kebanyakan menghabiskan waktu untuk menghambur-hamburkan kekayaan (warisan) mereka. Sayangnya usia Viscount Dewland yang semakin lanjut dan ketidak-mampuannya menangani estat serta warisan keluarga, hal itu akan semakin buruk jika mengandalkan kebiasaan Peter. Untungnya, Quill  yang menghabiskan sebagian besar waktu ‘bermain-investasi’ sembari menjalani masa pemulihan dirinya, mendapati dirinya cukup ahli hingga mampu menangguk keuntungan besar dan memperoleh kekayaan yang menjamin kelangsungan kebutuhan keluarganya.

Situasi perekonomian berhasil ditangani, bahkan Peter yang sama sekali tidak tertarik dengan kegiatan kakaknya, menikmati kekayaan yang dibagikan oleh Quill yang menjamin dirinya mampu menikmati bersenang-senang lebih lama. Hingga sang viscount menjatuhkan ‘bom-baru’ – mengingatkan keluarganya atas hutang perjanjian yang pernah ia lakukan demi menjalin hubungan menguntungkan di masa lalu. Viscount Dewland telah menjodohkan putranya dengan putri keluarga Jerningham sebagai balas budi atas pinjaman dana yang cukup besar dimasa lampau. Tentu saja calon pertama adalah Quill, namun karena kondisinya sekarang yang ‘cacat’ hingga tidak mampu memberikan keturunan, maka tidak adil bagi pihak wanita untuk mendapat calon suami yang ‘tidak-sehat’ – maka tanggung jawab dialihkan pada Peter. Penolakan keras Peter mengakibatkan perang besar dan sang viscount mengalami serangan jantung ringan yang membuat khawatir anggota keluarganya. Kedatangan putri Jerningham dari India dipastikan akan terjadi dalam beberapa minggu ke depan, maka tidak ada pilihan lain atau menolak kehadirannya.

Quill yang memahami situasi tidak mengenakkan yang harus diterima oleh Peter, menjanjikan kompensasi penuh bagi keuangan bagi adiknya. Bagaimana pun selama ini Peter menghabiskan biaya-biaya untuk pakaian, mode hingga kebiasaan layaknya kalangan sosialita terhormat, semuanya dibiayai oleh Quill. Jika benar putri yang dibesarkan dari keluarga Prancis, tentunya tidak terlalu merepotkan, dipastikan ia merupakan gadis mungil nan lembut yang bisa diatus dengan mudah. Setidaknya demikian bayangan Quill maupun Peter. Sayangnya sosok Gabrielle ‘Gabby’ Jerningham sangat jauh dari bayangan mereka. Ia datang dari India, tenpat terakhir di mana ia menghabiskan waktu bersama sang ayah, yang sebelumnya gemar berpindah-pindah, terutama semenjak kematian ibunya. Penampilan Gabby tidak seperti gadis bangsawan Inggris yang langsing, modis dan anggun serta tenang. Ia gadis dengan bentuk tubuh ‘seksi’, gemar ikut campur dalam situasi pelik, sangat terbuka dalam mengungkapkan isi pikirannya, hangat, ramah hingga bisa dikatakan cukup ‘cerewet’ sekaligus keras kepala jika menyangkut sesuatu yang ia inginkan.

Bisa dibayangkan situasi yang nyaris membuat Peter terkena serangan jantung tatkala mendapati calon istrinya lebih merupakan mimpi buruk yang pernah ia alami. Uniknya, Quill justru mendapati sosok Gabby sangat menarik dan dijamin tidak pernah membosankan, layaknya gadis-gadis Inggris yang kaku dan dingin. Gabby mengingatkan dirinya semasa muda, yang penuh semangat dan tak kenal lelah. Kedatangan Gabby yang membuat kalang kabut para penghuni kediaman Dewland, masih ditambah dengan fakta ia membawa serta Phoebe Pensington – gadis yatim-piatu berusia 5 tahun yang ia temui di atas kapal. Phoebe seharusnya menemui kerabatnya di Inggris, namun mendapati tiada seorang pun muncul untuk menjemputnya plus sang pengantar memilih meninggalkan bocah tersebut pada tanggung jawab kapten kapal tak dikenal. Gabby mengambil keputusan membawa serta Phoebe sembari menunggu kedatangan kerabat gadis cilik itu.

Sudahkah kusebutkan sebelumnya bahwa buku serial ini merupakan kesukaanku ? Nah, harus kuralat karena buku ketiga ini jauh lebih menarik dan dipastikan penuh kejutan di sana-sini. Pertama karakter Quill Dewland, sudah menarik perhatianku di awal kemunculannya yang hanya ‘sekilas’ dan kini mengetahui situasi keluarganya yang cukup unik menambah rasa seanng untuk melakukan eksplorasi lebih lanjut. Dan kedua, karakter Gabby Jerningham benar-benar merupakan godaan sekaligus cobaan, karena ia sama sekali tidak memahami aturan serta norma-norma layaknya gadis dari kalangan terhormat. Bukan berarti ia memiliki sifat buruk, hanya saja situasi dimana kini ia tinggal tidak sesuai dan masyarakat cenderung menilai hanya melalui ‘tampilan luar’. Kali ini peran Lady Sophie dan Lady Charlotte kembali dibutuhkan untuk membantu ‘memoles’ Gabby Jerningham menjadi seorang Lady yang patut diperhitungkan oleh kalangan atas, dan tentu saja untuk memenangkan hati Peter Dewland yang memandang calon tunangannya sebelah mata.

Lady Sophie merupakan sosok yang benar-benar kusukai, penampilan fisiknya yang sempurna berpadu dengan kebaikan dan kehangata hati serta kejujuran untuk melihat ‘seseorang’ dari hatinya. Ia langsung menyukai Gabby dan bersedia menjadi penolong gadis yang kebingungan dan terluka akibat penolakan serta perasaan terhina yang ia alami di pergaulan sosial. Didampingi Sophie, Gabby bukan saja menemukan sisi dirinya yang tak pernah ia ketahui, ia juga menyadari siapa sebenarnya yang menempati hatinya. Bukan Peter Dewland yang memiliki penampilan dan perilaku tak tercela melainkan kakaknya yang eksentrik dan tertutup, namun senantiasa memberikan ‘sesuatu’ pada keseharian dan hati Gabby : Quill Dewland. Namun mengapa pria yang tampaknya juga menaruh ketertarikan serupa terhadap dirinya, menolak untuk terlibat dalam hubungan yang lebih serius ? Kali ini Gabby harus menembut selubung kabut tebal yang membuat Quill menutup rapat-rapat pintu hatinya sekian lama. Bahkan ia bersedia berkorban nyawa demi membuktikan sebesar apa rasa cintanya pada Quill ... dan hal itu pun terjadi.

Selain mengangkat latar belakang sejarah dan konflik politik tentang status India serta kekuasaan Inggris yang bercokol demi mendapatkan keuntungan besar dari kekayaan alam India, termasuk rempah-rempah yang menjadi komoditas terbesar jalur pedagangan bangsa Inggris, penulis memberikan gambaran dari sudut pandang yang berbeda, antara kaum sosialis kalangan atas yang memiliki kepentingan pribadi berhadapan dengan kaum kulit putih yang hidup bersama bangsa India dan tidak menyukai sistem yang diterapkan oleh bangsa Inggris. Masuknya karakter Gabrielle Jerningham yang digambarkan sebagai bangsa Amerika, mungkin lebih bisa diterima karena anggapan luas bahwa bangsa Amerika memiliki pandangan bebas dan berani (dibandingkan bangsa Inggris tentunya). Namun karakter Quill Dewland sendiri menempati status dimana ia tidak menyetujui politik adu domba antar suku India yang didalang oknum-oknum Inggris. Daya tarik lainnya, tentang penyakit migrain Quill yang dikatakan berhubungan dengan ‘posisi’ saat berhubungan seksual ... hmm, membuatku berpikir pada ‘sisi lain’hahaha. Tapi dari sisi sains dan anatomi tubuh manusia, penyakit-penyakit bisa muncul akibat ‘salah posisi’ yang tak disadari selama bertahun-tahun. Sesuatu yang patut dicari tahu kebenarannya.

[ more about the author & related works, just check at here : Eloisa James | on Goodreads | on Wikipedia | at Tumblr | at Facebook | at Twitter ]
Best Regards,

@HobbyBuku

No comments :

Post a Comment

Silahkan tinggalkan pesan dan komentar (no spam please), harap sabar jika tidak langsung muncul karena kolom ini menggunakan moderasi admin.
Thanks for visiting, your comment really appreciated \(^0^)/

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...